Perluasan Makna Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
oleh
Helmi Chandra SY, S.H.,M.H dan Shelvin Putri Irawan, S.H
Partisipasi masyarakat dimaksudkan agar ide pembentukan peraturan perundang-undangan tidak harus selalu muncul dari pemegang kekuasaan saja, melainkan bisa muncul dari masyarakat.
UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Perundang-Undangan (UU PPP), menjelaskan lebih lanjut soal jaminan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan UU ini, di mana dalam Pasal 96 mengatur bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Namun dalam prakteknya, partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU tidak selalu berjalan dengan baik. Seringkali partisipasi masyarakat tidak diakomodir dalam tahapan pembentukan UU. Terbukti, hingga saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus 13 putusan pengujian formil, dimana Pemohon dalam Positanya mendalilkan tidak terpenuhinya “Partisipasi Masyarakat (Publik)” dalam pembentukan UU berdasarkan UU PPP.
Seakan menjawab persoalan tersebut, Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020tentang Pengujian Formil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, membawa perluasan makna partisipasi masyarakat. Putusan tersebut menyebut bahwa, partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU perlu dilakukan secara bermakna (meaningful participation). Tujuannya, agar dapat menciptakan partisipasi dan keterlibatan masyarakat secara sungguh-sungguh
Melalui putusan ini MK untuk pertama kali menyatakan pembentukan sebuah UU cacat secara formil. Dalam salah satu pertimbangan hukumnya, MK berpendapat bahwa penyusunan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan ketentuan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, yakni asas keterbukaan.9 Merujuk pada Penjelasan Pasal 5 huruf g UU PPP yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Hadirnya putusan MK ini tentu membawa dampak tersendiri terhadap pemaknaan partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU. Apalagi, dalam putusan tersebut pembentuk UU diperintahkan untuk memperbaiki proses pembentukan UU Cipta Kerja, termasuk perbaikan keterlibatan masyarakat didalamnya. Penerapan partisipasi masyarakat yang dilakukan secara bermakna (meaningful participation) dalam perbaikan UU Cipta Kerja sebagaimana dimaksudkan MK, tentu akan menjadi ukuran dalam pembentukan UU di masa yang akan datang.
Selanjutnya dapat dibaca pada link di bawah ini
https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/jk1942/pdf
Sumber Gambar
https://www.kajianpustaka.com/2020/01/partisipasi-masyarakat.html